A. PENGANTAR
Setiap
akhir tahun ajaran para orang tua disibukkan oleh urusan persekolahan
anak-anak mereka. Urusan yang lebih besar terjadi bila menghadapi
masalah peralihan jenjang dari SD ke SLTP dan seterusnya ke SLTA, karena
sesungguhnya ada sebuah keputusan yang harus dibuat menyangkut masa
depan anak. Namun bagi umumnya orang tua, yang penting adalah bagaimana
si anak dapat melanjutkan sekolah, kalau bisa ya pada sekolah negeri
yang bagus. Belum terlintas pada pikiran orang tua tentang karir dan
masa depan anak-anak.
Fenomena
yang menarik pada artikel ini adalah peralihan dari jenjang khususnya
dari SLTP ke SLTA yang sudah mulai erat kaitannya dengan karir masa
depan anak. Jenjang SLTP yang dalam sistem pendidikan nasional berbentuk
SMP dan M.Ts. Dalam memilih lebih banyak merupakan oleh pilihan orang
tua dari pada pilihan anak. Kenyataan yang terlihat dimana-mana adalah
anak-anak mereka ramai-ramai masuk ke SMA tanpa tahu mengapa harus masuk
SMA. Sangat sedikit jumlahnya yang melanjutkan studi ke Sekolah
Kejuruan (SMK). Perbandingannya cukup fantastis. Secara nasional,
menurut data di Depdiknas, prosentase peminat SMK kecil dari 5%. Hanya
ada di empat provinsi (DKI, Jawa Barat, Jateng, Jatim) peminat lulusan
SLTP melanjutkan ke SMK di atas 10%. Selebihnya sangat mengharukan,
karena di sebagian besar daerah, peminat masuk SMK di bawah 2%.
Berdasarkan
pengamatan kasat mata, kenyataan yang terlihat di setiap kota hanya ada
dua atau tiga SMK saja yang memiliki siswa sesuai dengan daya tampung.
Umumnya merupakan SMK Negeri yang dapat perhatian khusus dari Diknas.
Sisanya merupakan SMK yang memprihatinkan dan kelihatannya tidak
terurus. Kondisi ini bermula sejak sepuluh tahun terakhir dan semakin
hari semakin memprihatinkan. Jumlah siswa yang kecil sangat mempengaruhi
pengelolaan, dan ibarat penyakit, seperti tidak terobati. Bagi sekolah
swasta, sumber dana satu-satunya adalah dari siswa yang semakin hari
semakin susut. Honor guru dan pengelola semakin kecil dan tentu saja,
kualitas pendidikan yang memang sudah rendah semakin tidak pernah
dibicarakan lagi, pasrah.
Mengapa
kejadiannya sampai demikian? Masyarakat yang pemahamannya rata-rata
pada tingkat awam, melihat bahwa anak-anak yang tamat SMK umumnya tidak
memiliki ketrampilan untuk memasuki dunia kerja, di samping peluang
kerja itu sendiri juga semakin sulit. Jadi, untuk apa masuk SMK, kan
lebih baik SMA saja. Bila kita menggunakan logika hukum sebab akibat,
maka fenomena “ramai-ramai ke SMA” hanyalah akibat saja dari sejumlah
sebab. Berangkat dari asumsi bahwa kita semua setuju pentingnya peran
SMK dalam mempersiapkan tenaga kerja yang trampil, mendidik anak-anak
untuk mandiri, menurunkan angka pengangguran, mengurangi angka kejahatan
dan meningkatkan pemasukan pajak untuk negara, maka perlu dilakukan
analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, dan pada
gilirannya dapat dirancang program-program apakah yang perlu dilakukan
untuk menata masa depan pendidikan kejuruan di Indonesia.
B. Masalah Pendidikan Kejuruan
Meskipun
pendidikan kejuruan di negara kita sudah dimulai lebih seabad yang
Design pendidikan kejuruan oleh karena itu, tidak pernah terlihat posisi
pendidikan kejuruan dalam pembangunan nasional dan dalam pembangunan
pendidikan. Bila anda berkunjung ke kantor Diknas provinsi ataupun
Kab./Kota anda tidak lagi menemukan direktorat Dikmenjur karena sudah
diciutkan menjadi bagian kecil saja dari pendidikan (umum) menengah.
Mungkin cukup diurus secara sambilan oleh tenaga yang tidak perlu
memahami apakah itu substansi kejuruan.
Pendidikan
kejuruan adalah sekolah dengan biaya mahal, karena untuk mendidik siswa
yang trampil dibutuhkan peralatan dan bahan, laboratorium dan bengkel
kerja. Para guru dan instruktur praktek harus trampil lahir dan batin
dan perlu secara berkala meng-update ketrampilan dan pengetahuannya di
dunia kerja. Perlu pula menjalin hubungan kerjasama dengan pihak
industri dan dunia kerja, serta berbagai urusan lainnya, yang semuanya
merupakan tanggung jawab pemerintah/Diknas. Bila berbagai masalah
internal persekolahan kejuruan dibenahi, maka reputasi pendidikan
kejuruan secara berangsur dapt dikembalikan.
Sebuah
masalah krusial lain sebagai penyebab sulitnya mengurus pendidikan
kejuruan adalah kurangnya dukungan pemerintah dalam hal kewajiban dunia
usaha untuk ikut bertanggungjawab atas atas penyelenggaraan pendidikan
kejuruan. Di semua negara maju ada undang-undang pendidikan kejuruan
(Vocational Acts) yang mengatur dan melindungi fungsi dan tugas dunia
industri terhadap pendidikan kejuruan. Kita hanya punya CSR (Corporate
Social Responsibility) yang bersifat sukarela perusahaan atas kehidupan
sosial di sekitarnya. CSR bagi banyak perusahaan dianggap musuh utama
dari tujuan pokok perusahaan yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Sejumlah SMK maju memang sudah berhasil menjalin kerjasama dengan
perusahaan besar maupun kecil.
C. Rekomendasi
Sesungguhnya,
tidak ada cara singkat untuk menyelesaikan pendidikan kejuruan. Untuk
bisa keluar dari kemelut pendidikan kejuruan, maka ada beberapa strategi
yang dapat disarankan. Rekomendasi ini sejalan dengan kebijakan baru
Depdiknas yang dalam waktu dekat (2007) ini akan meningkatkan jumlah
siswa SMK yang pada masa sekarang 3 siswa SMK berbanding 7 siswa SMA
menjadi 6 siswa SMK dan 4 Siswa SMA. Beberapa saran dapat dikemukakan
sebagai berikut:
- Perbaiki SMK Negeri dan Swasta yang ada saat ini secara total, mulai dari kurikulum, tenaga pendidik, dana operasional, fasilitas, dan manajemen persekolahan. Kerjasama dengan pihak industri dan organisasi profesi perlu ditingkatkan melalui kebijakan daerah (Perda) sehingga kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat dapat diwujudkan Kerjasama juga perlu diadakan dengan penunjukan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebagai perguruan tinggi pembina.
- Pada jenjang SLTP diperlukan program bimbingan karir, agar siswa SLTP dan para orang tua memahami tersedianya sekolah alternatif pada jenjang SLTA yang tidak kalah pentingnya dalam menjalani kehidupan kelak bila anak sudah dewasa. Kegiatan open house oleh pihak SMK dan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan kejuruan dengan mengundang siswa SLTP dlaksanakan secara terprogram dan menarik. Diharapkan tidak lagi terjadi ramai-ramai ke SMA tanpa tahu mengapa ke SMA.
- Setiap pendirian SMK baru harus disertai studi kelayakan yang benar agar jenis program yang dibuka benar-benar sejalan dengan potensi unggulan daerah. Bahkan perlu dikaji ulang keberadaan SMK yang sudah ada saat ini apakah masih layak, sejalan dan akan berkontribusi dengan pembangunan daerah. Berbagai inovasi program perlu dilakukan untuk merespon perkembangan teknologi.
- Untuk menambah jumlah siswa kejuruan, di SMA dapat dibuka program kejuruan, seperti Akuntansi, Perhotelan, Pariwisata, Busana, Boga, Komputer dan Sistem Informatika.
- Bagi tamatan SMK yang belum memiliki ketrampilan siap pakai, perlu dirancang program bridging, kursus singkat dan padat namun mampu mempersiapkan mereka untuk terjun ke dunia kerja. Program ini dilakukan di SMK dan merupakan bagian integral dari program sekolah.
Diharapkan
program dan rekomendasi di atas dapat mengurangi arus ramai-ramai ke
SMA tenpa tahu mengapa harus ke SMA. Demikianlah sumbangan pikiran
tentang pendidikan kejuruan dalam rangka mendukung kebijakan Mendiknas
tentang ektensifikasi SMK 2007, semoga berhasil.
No comments:
Post a Comment